Minggu, 26 Juni 2016

Menulislah...

Menulislah saat kamu merasa kesepian;
 baik saat sendiri, mau pun di tengah keramaian.
Menulislah saat kamu ingin menangis; 
tapi tak ada airmata yang jatuh karena hatimu makin mengering.
Menulislah saat kamu ingin berteriak; 
tapi mereka semua tertidur, atau telinga mereka rapat tersumbat.
Menulislah saat kamu ingin marah; 
tapi kausadar bahwa murkamu akan membuat negara api semakin dalam bahaya.
Menulislah saat kamu ingin merasa;
 tapi hatimu sedang berendam dalam kolam kehampaan.
Menulislah saat kamu ingin berbagi; 
tapi hanya bisa menyampaikannya dalam diam, atau tak ada yang bisa kauberi selain tulisan.
Menulislah saat Tuhan sedang keterlaluan bermurah hati; 
begitu banyak kebaikan yang kau terima,
 sampai tak bisa kau ceritakan hanya dalam seratus helaan nafas dan cuma dengan seribu tanda baca.
Hatimu banyak terbantu ketika kamu menulis. 

Beban di kepalamu akan semakin ringan saat tanganmu menulis.
Menulislah, meski pun tak ada yang mengerti. Meski pun kau tak mengerti arti tulisanmu sendiri.

Menulislah, meski tulisan itu pernah dituliskan oleh orang lain.
Menulislah saat musim kemarau.
Menulislah saat langit menangis.
Menulislah saat jerawat tumbuh di wajahmu setelah sekian lama,
saat pertama kali kautemukan sehelai uban di kepalamu.
Menulislah.
Menulislah, agar mereka yang lahir setelahmu tahu, betapa indahnya manusia yang ada di dalammu.
Menulislah.



-------------------------------------
12:30 PM - aku ingin tetap mampu menulis, sebanyak kata yang aku mampu untuk ingat. di sebuah sudut kedai dalam RS aku masih tetap ingin menulis



withLove,
hiksyanisanie


Hai, Tuan.

Hai Tuan, apa kabar? Apakah harimu menyenangkan? Ataukah harimu menjenuhkan?

Biarkan aku bercerita. 

Jangan sangkakan bahwa aku orang yang baik, karena pada kenyataannya banyak cacat diri yang belum di perbaiki.

Kelak ketika melihat wajahku terlampau sering tanpa ekspresi, tolong buat setidaknya senyumku terkembang. 

Jika aku menjenuhkan, buatlah lelucon agar kamu tak merasa bosan. 

Jika kau melihat diamku lebih banyak, berbicaralah, apapun itu, biarkan aku mendengarkan. 

Namun, jika di suatu waktu kau melihatku berceloteh tiada henti, tolong dengarkan.

Jika kadang aku bisa menjadi sekeras batu, lunakkanlah.

Jika kadang aku bisa marah dan emosi, peluklah aku. redakan amarahku. 

Jika kadang aku menjadi sangat manja, mohon bersabarlah. 

Jika kelak aku menyebalkan, maafkanlah. 

Dan jika terkadang kau melihatku berbicara sendirian bersama entah ponsel atau laptop kesayangan, jangan heran. Biasakanlah. 

Tuan, jika engkau marah kepadaku. dudukkan aku baik-baik. pegang tanganku. dan bicaralah padaku. 

Wahai Tuan, pada dasarnya aku hanya manusia biasa. Sosok penuh kecacatan, ketidaksempurnaan. 
Maka, lengkapilah. 

Selamat senja, sore menjelang malam Tuan, semoga malammu menyenangkan.



with Love,
hiksyanisanie

Jumat, 17 Juni 2016

Rindu adalah Abadi.

Malam yang gigil dan kesepian. Telah kurapikan di atas meja kerja, bersama dingin, rindu beserta desirnya.
Dari lubang-lubang rindu, sepi mengaung kian deru, sajak-sajak tergeletak di sudut meja, terisak tanpa kata.
Adakah yang lebih buai, dari rindu yang tak terabai, sebab di sini; resah sedang ditenangkan, usai melalui ribuan kesunyian.

Pendulang-pendulang sunyi itu kita, tergeletak di antara rindu dan jarak.
Setelahnya, barulah kita sepakat; bahwa malam telah sempurna menghadirkan keheningannya.
Ada yang memberanikan diri menyelami malam dalam sunyi,
 menyentuh rindu dari nyeri ke nyeri.
Namun, semuanya terasa mati,
hanya hela napas yang selalu mengembuskan namamu.

Pada malam yang telah dituliskan menjadi kesunyian
 telah kupahami, segala kecemasan telah menjelma sebuah kerinduan
Desau angin panjang bergemuruh.

Daun-daun tersentuh
 gemerisik, namun tiada jatuh.
Malam ini, puisi seperti tabunan kayu, asapnya mengendap pelan melalui celah jendela,
 pedih, menyesakkan dada
…dan di sini, tiada peluk cium dan dongeng sebelum tidur.

Dari luar sana, tempias gerimis mengetuk-ngetuk jendela
 seperti yang sudah-sudah
 seperti ingin mengajak kita berhujan-hujan tiada jeda
 seperti kanak-kanak tanpa derita.

Tapi, siapakah yang mampu menghapus rindu?

Tak ada…tak ada, sebab rindu adalah abadi,
 sebab itulah kita ada.
Biarkan aku hidup pada sudut hatimu; sebagai debar doa, sebagai detak Cinta, sebagai apapun yang membuatmu tak mengenal luka.
Tapi aku, tak mampu mendengar apa-apa
 selain suara-suara yang menggemakan nama kita.
Maka, meleburlah kamu dan aku menjadi kita, menjadi sepasang doa yang saling menjaga; menjadi satu dalam ikatan Cinta.



with Love, 
hiksyanisanie

Selasa, 07 Juni 2016

Puasa pertama dan merindukan "pulang"

Assalamualaikum, 
alhamdulillah masih diberi umur panjang, kesehatan dan lagi mampu ketemu sama Ramadhan tahun ini. ada yang sama excitednya sama gue? sampai belanja ini itu buat menu buka-sahur? hahahaha.
eh, gue belum maaf-maafan sama reader (yaelah, lagaknya kek punya pembaca aja). anyway, Maaf lahir batin semuanya. dan selamat puasa! 

maaf sih, kalo ngepostingnya baru bisa pas hari kedua puasa kek gini. gue lagi sibuk bener di dapur. hahaha.
well, gimana puasa pertama kalian? kalo gue, penuh dengan drama! aseli~ 

it's been my first time Puasa and i'm in somewhere very far from home. ya...gue ada di benua lain saat ini. menjalani puasa gue sendiri. keuntungannya adalah  di benua ini malamnya sungguh panjang. imsak aja dimulai di 5.24 subuh. dan maghrib (buka puasa) ada di jam 4.30 malam. kebetulan karena ini lagi winter. 
anyway, puasa di negeri orang yang gak mayoritas dan masih lumayan rasis ada berat dan ada nggaknya. masih lebih banyak beratnya menurut gue. ya mungkin ini dari sudut pandang anak baru tinggal di negara orang dalam kurun waktu yang lumayan lama. 

bersyukur sih gue, dapet pengalaman baru. rasanya puasa, ibadah di negeri orang yang sama sekali gak ngerti soal ibadah orang muslim di Ramadhan.

Sahur #day1
6 juni 2016. 4:00 a.m

gue memutuskan buat bangun sahur jam segini karena gue sengaja pilih waktu deket-deket imsak. oh iya, hari pertama imsak jam 5:25 a.m. lumayan kan masih ada waktu satu stengah jam sebelum imsak tiba. dan lagi pula gue nyiapin makanan sahur buat diri gue sendiri ini.  

namanya juga orang Indonesia, yang namanya makan ya pake nasi. kalo nasi udah gue masak sebelum tidur. sisa lauk buat temen nasi ini apa. siangnya, karena  hari minggu gak ada kegiatan, gue jalan-jalan ke fish market buat nyari ikan. apalagi orang makassar ya, gak lengkap makan kalo gapake ikan, entah dimasak ataupun di goreng. 
dengan menu seadanya gue akhirnya makan sahur, tapi entah kenapa nasi di piring gue udah hampir stengah jam rasanya belom berubah sama sekali. padahal gue lagi ngunyah dengan penuh perasaan. udah hampir jam 5 subuh, masih belom abis aja nasi di piring, padahal gak nambah sama sekali. aneh ya? 
akhirnya gue baru sadar, kalo gue ternyata gak berselera makan sendirian di meja. padahal masakan gue udah rasa rumahan seperti biasa gue masak pas di Indonesia. gue makan sahur sambil nangis, gue kangen rumah. 
10 menit sebelum imsak, gue chatting sama emak gue di makassar. beliau nanya, aku sahur apa. gue jawab sambil sesenggukan nangis "gue pengen pulang", nyokap gue gak tau. kalo anak paling bontotnya ini lagi kangen makan sahur yang rame. gue cuma kangen suasana, makanan bisa gue masak sendiri, tapi suasana??

gue cuma bisa jujur kalo gue lagi mangis pas sahur sama cowok gue yg kebetulan nelfon pas imsak. dia cuma nyuruh gue sabar dan kuat. gue cuma bisa bilang makasih sama dia. 

pagi hari, setelah gue bangun, gue melakukan aktivitas seperti biasa sampai siang hari. sampai dirumah udah jam 2siang. waktunya gue prepare menu buka puasa. bingung juga, mau buka puasa pake apa dulu ya? dan gue ngeliat seoongok pisang yang udah mateng bener, gue ambil kukusan. di kukus lah sampai akhirnya jadilah "Pallubutung" 

it's time to Buka Puasa ! 
udah jam 4.35, di hp gue adzan sudah berkumandang, sudah waktunya maghrib. gue duduk sendirian di meja, setelah membaca doa dan minum air putih dikit, gue mulai mencicipi takjil yg gue buat. dan, gue nangis lagi. 
kenapa gue nangis, gue gak tau. bukan karena rasanya gak enak. karena gue familiar banget sama rasanya. lagi-lagi gue kangen rumah. 

setelah menghabisi takjil dan minum teh anget, gue lalu bergegas shalat maghrib. baru rakaat pertama saja, rasanya air mataku udah kayak air terjun, derassssss... T_T
gue bersyukur bisa melalui puasa pertama gue di negeri orang tanpa ada cobaan yang berarti, yang mana cobaan itu di simpen buat gue pas buka puasa sama sahur. yang bikin gue hampir melambaikan tangan ke kamera. udah berasa main uji nyali. 

dan itu berulang sampai semalam hari ke 9 puasa. pas sahur. gue cuma butuh temen buat sahur deh kayaknya. bukannya gue manja atau gue cengeng dan gue pengen pulang. that's not as simple as. gue harus berperang dengan batin gue sendiri kalo gue harus nyiptain kenyamanan ramadhan versi gue yang sendirian. dan gue jujur that was so hard

gue kangen dengan berisiknya orang-orang pas ngebangunin sahur. gue gak nemuin itu disini. gue kangen dengan sibuknya nyari takjil ketika gue masih kejebak di jalanan. gue kangen dengan buka puasa rame-rame sama sahabat-sahabat gue. (if you could saw me when i wrote this, i'm just cried) gue kangen teraweh bareng, gue kangen suasana Ramadhan yang gue yakin gak gue bakalan dapetin di manapun selain di Indonesia. 

Surely, ini gak cuma gue yang ngerasain. temen-temen yang lagi merantau di negeri prang lainnya pun ngerasain apa yang gue rasa. cuma mungkin mereka masih tetap berusaha membiasakan walaupun sebenarnya mereka pun mungkin terlebih kangen dari pada gue. tapi inilah hikmah anak rantau. bisa jadi lebih sabar dan nahan ego. gue salut sama temen-temen rantau yang lain. yang setiap ramadhan harus berperang dengan yang namanya homesick

this is my first Ramadhan when I'm so far away from home. i just missing all the things about Ramadhan style in Indonesia. but, alhamdulillah...i'm still glad to see you again Ramadhan Mubarak. 



with Love,
hiksyanisanie