Dari lubang-lubang rindu, sepi mengaung kian deru, sajak-sajak tergeletak di sudut meja, terisak tanpa kata.
Adakah yang lebih buai, dari rindu yang tak terabai, sebab di sini; resah sedang ditenangkan, usai melalui ribuan kesunyian.
Pendulang-pendulang sunyi itu kita, tergeletak di antara rindu dan jarak.
Setelahnya, barulah kita sepakat; bahwa malam telah sempurna menghadirkan keheningannya.
Ada yang memberanikan diri menyelami malam dalam sunyi,
menyentuh rindu dari nyeri ke nyeri.
Namun, semuanya terasa mati,
hanya hela napas yang selalu mengembuskan namamu.
Pada malam yang telah dituliskan menjadi kesunyian
telah kupahami, segala kecemasan telah menjelma sebuah kerinduan
Desau angin panjang bergemuruh.
Daun-daun tersentuh
gemerisik, namun tiada jatuh.
Malam ini, puisi seperti tabunan kayu, asapnya mengendap pelan melalui celah jendela,
pedih, menyesakkan dada
…dan di sini, tiada peluk cium dan dongeng sebelum tidur.
Dari luar sana, tempias gerimis mengetuk-ngetuk jendela
seperti yang sudah-sudah
seperti ingin mengajak kita berhujan-hujan tiada jeda
seperti kanak-kanak tanpa derita.
Tapi, siapakah yang mampu menghapus rindu?
Tak ada…tak ada, sebab rindu adalah abadi,
sebab itulah kita ada.
Biarkan aku hidup pada sudut hatimu; sebagai debar doa, sebagai detak Cinta, sebagai apapun yang membuatmu tak mengenal luka.
Tapi aku, tak mampu mendengar apa-apa
selain suara-suara yang menggemakan nama kita.
Maka, meleburlah kamu dan aku menjadi kita, menjadi sepasang doa yang saling menjaga; menjadi satu dalam ikatan Cinta.
with Love,
hiksyanisanie
Tidak ada komentar:
Posting Komentar